ANAK INVESTASI DUNIA AKHIRAT
Anak investasi dunia akhirat. Mengapa di sebut anak investasi dunia akhirat? Karena mendidik anak butuh energi yang besar, butuh proses yang panjang dan butuh waktu yang lama, dan hasilnya baru kita petik beberapa puluh tahun kemudian. Karena anak adalah penyambung generasi kita, karena anak yang akan merawat dan mengurus kita saat kita tua renta tak berdaya. Karena anak yang akan mendoakan kita setelah kita wafat berkalang tanah. Ya… urusan anak bukan hanya urusan di dunia, tetapi juga urusan dunia sampai akhirat.
Anak investasi dunia akhirat, namun banyak orang tua yang tidak menyadari anak sebagai investasi, coba kita lihat, para ibu bekerja, pejabat karir yang menyerahkan anaknya kepada pembantu/asisten rumah tangga yang hanya berpendidikan rendah. Padahal orang tuanya menginginkan anak tumbuh menjadi besar dan menjadi manusia hebat berprestasi, wajarkah menitipkan anak kepada seseorang yang tidak memiliki jiwa mendidik, yang sekedar melakukan tugas untuk tujuan mendapatkan upah?
Anak investasi dunia akhirat, tetapi banyak orang tua yang salah persepsi, menganggap mendidik anak adalah urusan sekolah. Mereka para orang tua sudah merasa mendidik anak hanya dengan menitipkan anaknya pada sekolah mahal. Sekolah ibarat mesin cuci, memasukkan anak dengan segala problemnya ke sekolah, orang tua bayar SPP setelah itu berharap anaknya keluar tamat dari sekolah itu menjadi anak yang sholeh, pinter dan berprestasi.
Anak investasi dunia akhirat, namun sangat disayangkan banyak orang tua yang hanya memikirkan pertumbuhan fisik anak. Memperhatikan gizinya sangat khawatir jika anaknya jatuh atau sakit, tetapi abay dan tidak peduli terhadap aspek kejiwaan anak.
Anak investasi dunia akhirat, tetapi orang tua tak ada saat anak ingin curhat. Orang tua sibuk saat anak butuh teman bercerita. Orang tua tak hadir saat anak hatinya galau. Akhirnya anak kecewa terus- menerus dan bertumpuk-tumpuk. Dan anak mencari pelarian di luar rumah. Akhirnya anak menjadi asing dengan ibu kandungnya sendiri, ibu tak tahu kapan anak lelakinya pertama kali mimpi basah. Ayah tak hadir saat anak butuh teladan kesetiaan dan pengorbanan. Anak tumbuh menjadi egois, tidak peduli dengan lingkungan, masa bodoh dengan urusan orang lain.
Lebih berbahaya lagi, anak berteman dengan orang lain yang menjerumuskan. Anak lebih percaya temannya dari pada orang tuanya. Anak mencari kesenangan di luar rumah, karena tidak mendapatkannya di dalam rumah. Anak merasa dirinya disia-siakan.
Anak investasi dunia akhirat, namun orang tua tidak menanamkan aqidah yang lurus ke dalam jiwa anak. Tidak memberi teladan hubungan dengan Allah sebagai pencipta. Tidak mengajarkan kecintaan kepada nabi, sang manusia Agung utusan Allah yang mengeluarkan manusia dari kebodohan jahiliyah kepada cahaya Islam.
Anak investasi dunia akhirat, tetapi orang tua sedih jika nilai matematika anaknya jeblok, namun tidak merasa galau saat anaknya belum bisa membaca Al-Qur’an. Orang tua tidak merasa khawatir saat usia baligh anaknya belum pandai mengerjakan sholat.
Anak adalah investasi, namun orang tua membanjiri anak dengan fasilitas gadget, dan segala kemudahan, sehingga potensi anak tidak terasah, energi anak tidak tersalur. Anak hanya dibiarkan sibuk dengan benda berbentuk layar. Layar HP, layar TV layar komputer, layar Game layar Play Station. Sehingga anak ketergantungan dengan benda-benda layar itu, satu jam saja berpisah dari benda-benda itu, anak sudah gelisah, marah, mati gaya. Anak jadi malas bergerak, malas bermain, malas belajar, malas berpartisipasi dengan kegiatan di sekitarnya, malas berinteraksi di dunia nyata. Anak hanya pandai bermain di dunia maya. Anak menjadi terasing di lingkungannya sendiri.
Lalu… bagaimana seharusnya?
Mari kita kembali kepada AlQur’an sebagai way of life. AlQur-an sebagai petunjuk lengkap yang bersumber dari Allah, yang diturunkan kepada Rasulullah yang menjadi teladan pertama dan utama, yang tidak akan membuat umatnya tersesat dan galau.
Alhamdulillahi robbil lamiin, segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an yang penuh hikmah…. Penuh kisah. Dua per tiga dari isi Qur’an adalah Kisah yang abadi dan nyata yang bisa saja terjadi pada zaman kekinian. Karena Al-Qur’an adalah Ruh yang hidup. Al-Qur’an bisa menjadi Ruh yang menerangi jiwa manusia , memberi petunjuk bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.
Upaya kita mendidik anak menjadi sangat penting, ditengah keprihatinan kita menyaksikan anak-anak melakukan berbagai kenakalan yang makin membahayakan dan menimbulkan kerusakan di masyarakat.
Al-Qur’an secara jelas di banyak ayat memberi peringatan dan rambu-rambu pendidikan anak. Anak bisa menjadi ziinah (perhiasan) atau fitnah (ujian) bahkan bisa menjadi bencana /musuh bagi orang tuanya. Karena begitu berat mendidiknya dan besar bahayanya jika kita salah langkah.
Karena itu maka Allah mengajarkan manusia agar terus menerus meminta dalam doanya setiap saat agar diberikan istri yang sholiha, yang menyejukkan mata dan anak keturunan yang sholih/sholihah. Mari kita buka surat Al Furqon ayat 74.
Robbanaa hablanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota a’yun waj’alna lil muttaqiena imamaa
Kenapa doa ini yang diajarkan? Kenapa tidak minta harta yang banyak? Kenapa tidak minta istri yang cantik? Karena harta hanyalah benda mati yang kosong, tanpa jiwa dan cepat habis, sedangkan istri dan keturunan sholih memiliki ruh yang jika diisi dengan Al-Qur’an maka ruh anak istri kita bercahaya, perilakunya menjadi penyejuk mata dan bisa menyelamatkan orang tuanya dari jurang neraka.
Maka sebaliknya jika anak dan istri tidak dididik dengan baik, tidak diarahkan, mereka bisa menjerumuskan orang tuanya kepada kesengsaraan di dunia dan akhirat. Naudzu billah.
Banyak kisah-kisah dalam Al-Qur’an dan hadits yang Allah abadikan sebagai pelajaran dan peringatan bagi manusia. Sebagai contoh kisah anak sholih ada dalam surat Luqman ayat 13-19, dan kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam surat Ash-Shoffat ( lebih detil kisah keluarga Ibrahim sudah saya bahas dalam buku saya Hajar Perempuan pilihan langit, in sya Allah akan saya uraikan secara bertahap dalam web ini)
Sebaliknya contoh anak yang durhaka dan jadi musuh ada dalam kisah keluarga Nabi Nuh dan Nabi Luth, dua hamba Allah yang sholih, namun keluarganya termasuk ahli neraka.
Bahkan secara khusus Allah peringatkan dalam surat At-Tahrim ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka!”
Ini peringatan keras dari Allah, bahwa urusan anak istri bisa jadi bencana, maka jangan main-main soal mendidik anak istri, karena taruhannya adalah neraka. Allah sudah beri peringatan karena Allah maha Rahman dan Rahiim Allah sayang kepada hamba-Nya.
Namun contoh keluarga yang sukses mendidik anak jauh lebih banyak dan lebih nyata pada kisah keluarga Rasulullah Muhammad SAW, para sahabat, para tabi’in, Salafu Sholih dan banyak lagi. Tetapi sangat disayangkan, mengapa kisah-kisah teladan tersebut tenggelam ditelan bumi?, kalah dengan cerita Superman, Doraemon, selebritis, pemain bola, artis Korea bahkan kalah dengan cerita gosip dari infotaimen.
Jawabannya karena kita ummat Islam sudah jauh menyimpang dari cahaya Allah, lebih suka nonton gossip, sinetron dll. Ibu-ibu lebih betah di mall dari pada di pengajian. Bapak-bapak lebih asyik nonton bola atau baca koran dari pada menemani anak ke masjid, atau menemani mengerkjakan PR.
Maka ketika anak kita jadi liar, melakukan kriminal, kita baru terhenyak, kaget…. Lho…Kok bisa ya….!!! Ada anak yang tega melakukan kejahatan sekeji itu? Memang ibunya kemana? Itu anak ga disekolahin?
Mengapa menyalahkan sekolah, padahal kehadiran anak di sekolah hanya beberapa jam saja dalam sehari. Sudahkah para ayah menjadi teladan pada anak-anaknya? Ah… ayah tahunya beres. Ayahkan sudah lelah seharian bekerja di luar rumah. Kalau seperti ini, ayah tidak ubahnya seperti mesin ATM yang hanya berfungsi sebagai kasir.
Sudahkah ayah ibu berkomunikasi intensif dan bekerja sama dengan para guru dan berbagai elemen dalam sekolah? Sehingga kerjasama itu akan memberi efek positif dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam mensikapi perkembangan anak didik kita.
Untuk ibu yang aktif berkarir di luar rumah, umumnya mereka berpikir sayang kan saya sudah sekolah susah-susah dan lama kalau lulus cuma jadi ibu rumah tangga. Aha… ini hanya masalah persepsi. Seberapa penting anda wahai para ibu memandang posisi anak anda dalam kehidupan? Mengapa anda membiarkan dirinya diasuh oleh orang lain tanpa jalinan ikatan kasih sayang yang tulus? Karena mereka para asisten/ babysiter hanya bekerja sekedar untuk mengejar upah. Ada kasus babysiter yang memberi anak asuhnya obat tidur, agar sang babysiter bisa asyik berbuat melakukan apa saja tanpa disibukkan dengan sang anak asuh karena dia tidur pulas sepanjang hari. Apakah mau darah daging kita diperlakukan demikian?
Saya bekerja untuk membeli kendaraan, biar bisa jalan-jalan sekeluarga. Saya bekerja supaya bisa biayai anak sekolah. Saya bekerja supaya bisa beli rumah. Begitu biasanya alasan para orang tua. Sekarang mari kita bandingkan, mana yang lebih berharga, anak atau mobil, mana yang lebih baik punya rumah bagus, punya kendaran, tetapi anak tidak terurus, jiwanya kosong jadi trobelmaker. tentu kita tidak ingin yang demikian.
Ada pula para ibu yang setiap akhir minggu menghadiahkan anaknya dengan segala mainan mahal, mengajaknya belanja di mall sebagai kompensasi atas ketidak hadirannya di sisi anak dalam 5 hari kerja.
Ooohh….Ternyata anak kita kering ruhaninya, haus kasih sayang, miskin teladan. Karena kedua orang tuanya menyerahkan pendidikan anaknya pada TV, Play Station, Game on line dan lain-lain, bahkan sengaja memberi fasilitas yang justru menjerumuskan bahkan membahayakan orang lain. (ingat kisah Dul anak Ahmad Dani, bocah 13 tahun mengendarai mobil berkecepatan tinggi, hingga terjadi tabrakan yang menewaskan 7 orang)
Karena itu wajib bagi para orang tua mengisi jiwa anak-anak kita dengan kisah-kisah yang menginspirasi, para orang tua harus menambah wawasan, menambah ilmu bagaimana supaya punya bekal yang cukup untuk mendidik anak-anaknya.
Mari kita kembali kepada Al-Qur’an, tuntunan Allah, mari kita kaji kitab tafsir yang telah diwarisi oleh para ulama salaf, mari kita gali khazanah Islam yang kaya dengan ilmu pengetahuan, karena ini adalah salah satu sarananya, untuk memberi alternative bekal dalam usaha mengambil hikmah dari Al-Qur’an dan Sunnah dalam aplikasi kehidupan yang lebih nyata.
Anak adalah investasi dunia akhirat, kalau kita menginginkan memiliki anak sholah, kita harus siap menjadi orang tua yang sholeh, memiliki kepribadian yang sholeh, karena mendidik anak membutuhkan teladan, anak memotret semua yang dilakukan orang tuanya. Maka mustahil mengharap memiliki anak sholeh kalau kita tidak melibatkan Allah dalam proses mendidiknya.
Semoga tulisan singkat ini akan menjadi pemicu untuk memperbaiki hubungan dan komunikasi antar anak dan orang tua, mari kita ikut program KB. Keluarga Berencana, yaitu merencanakan hidup bahagia dunia akhirat, sehingga orang tua bersama anak bisa menyusun rencana hidup bahagia sampai ke surga. Aaamiin.****
Ruqoyah Ridwan.
Bekasi 23-01 2017