anak adalah unik. setiap anak adalah unik… Allah menciptakan keragaman kemampuan dan bakat yang berbeda-beda dari setiap anak. Setiap anak adalah unik, mereka memiliki keragaman talenta yang perlu diasah dan dilatih, agar tumbuh tajam dan berkembang. Setiap anak adalah unik, keunikan yang memberi aneka warna dan kemampuan dalam mengarungi kehidupan di masa depannya. Setiap anak adalah unik, keunikan itu menjadi sesuatu yang bisa saling mengisi dan saling melengkapi.
Setiap anak adalah unik, namun keunikan itu sering kurang mendapat perhatian dari sistem pendidikan yang berlaku. Setiap anak adalah unik, namun keunikan sering kali tidak mendapat perhatian serius dari orang tua dan guru akibat pembebanan kurikulum yang padat dan target yang berat. Setiap anak adalah unik, namun tuntunan guru untuk menuntaskan beban kurikulum menyebabkan anak mengalami hambatan pengembangan bakat dan talentanya.
Setiap anak adalah unik, namun keunikan itu acap kali tidak mendapatkan perhatian yang semestinya, sehingga anak merasa tertekan dan kurang nyaman. Ketidak-nyamanan ini bisa berlangsung terus menerus sepanjang mengenyam pendidikan di sekolah.
Setiap anak adalah unik, seharusnya orang tua dan guru mencari keunikan itu dan menyiapkan sarana untuk menumbuh kembangkannya. Memberi fasilitas dan sarana agar mutiara yang terpendam dalam diri anak dapat muncul dan bersinar kilau cahayanya. Guru sering memperlakukan anak harus mencapai kemampuan yang sama dalam prestasi akademik, sehingga anak sering merasa minder jika tidak mencapai target yang ditetapkan guru. Rasa minder yang terus menerus dapat mengakibatkan anak kehilangan kepercayaan diri dan menumpulkan bakat yang dia miliki. Jika perlakuan dan sikap orang tua juga guru tidak diperbaiki besar kemungkinan anak merasa tidak dihargai. Karena anak tidak mendapatkan pengakuan dari orang-orang di sekitarnya. Rasa percaya diri yang rendah akan menghilangkan semangat belajar anak.
Semangat belajar yang rendah akan semakin membuat nilai akademisnya terjun bebas, anak menjadi tidak peduli. Tidak jarang anak akan mogok sekolah, atau melakukan pelampiasan dengan kenakalan kepada teman sesama atau yang berusia lebih kecil.
Setiap anak adalah unik, perlalukanlah mereka dengan memperhatikan bakat dan talentanya. Mari kita telaah sebuah dongeng berikut ini.
Di sebuah hutan hiduplah seekor macan yang mengajar di sebuah kelas dengan beraneka macam hewan penghuni hutan. Ada bebek, ikan, gajah, jerapah, rusa, buaya, burung, kucing dan sebagainya. Sang guru macan menuntut semua murid untuk pandai memanjat. Bagi kucing, pelajaran memanjat tentu amat mudah dan disukai, namun tidak dengan bebek dan ikan. Ikan dan bebek dengan susah payah belajar memanjat.
Meskipun puluhan kali macan memaksa bebek untuk memanjat, dia tetap tidak bisa. Akhirnya kaki bebek patah, dan ekor ikan terbelah akibat terlalu dipaksa memanjat pohon. Malang nasib sang bebek, ia terkapar tak berdaya, lesu dan layu, kini dia tak lagi pandai berenang karena kakinya patah, tetapi ia juga tetap tidak mampu memanjat. Begitu juga dengan ikan, ia tertunduk sedih meratapi ekornya yang tidak lagi bisa digunakan untuk berenang, sementara usahanya untuk memanjat tak membawa hasil.
Apa yang dapat kita ambil pelajaran darikisah di atas?
Andaikan macan sang guru bijaksana, dia tidaklah mengharuskan semua murid harus pandai memanjat seperti dirinya, tentu nasib malang tidak menimpa bebek dan ikan. Ikan dan bebek tidak seharusnya kehilangan kemampuan berenang hanya karena sebab dia dipaksa memanjat, sesuatu yang memang bukan bidangnya.
Begitulah dengan kondisi pengajaran di sekolah-sekolah. Dari 40 siswa dalam satu kelas, berapa orang yang kelak menjadi dokter? Mungkin hanya satu dua orang saja, selebihnya mungkin ada yang akan jadi olah ragawan, juru mudi, juru masak, pedagang, presenter, pemuka agama, guru, seniman, pelukis dan lain-lain. Inilah keunikan dari tiap-tiap anak kita, mari kita asah agar berkilau cahayanya, memberinya sarana, motivasi agar terbentuk menjadi energi dan semangat untuk mencapai cita-citanya.
Ini mirip dengan kasus anak yang tidak naik kelas, lantaran nilai pelajaran matematika dan sain nya tidak mencapai target. Hal ini akibat target kurikulum yang menganggap/menuntut kemampuan anak sama dalam capaian nilai akademis . Seperti yang coba dikisahkan dalam studi kasus berikut ini.
Kisah Sukses Anak yang Tidak Naik Kelas.
Ibu muda itu gundah, betapa tidak, anak pertamanya sebut saja Eka yang duduk di kelas 5 SDIT terancam tidak naik kelas karena ada beberapa nilai merah di raportnya. Wali kelasnya tidak ada upaya sedikitpun untuk membantu anak tersebut. Mungkin dalam kacamata sang wali kelas, anak ini tak pantas diperjuangkan untuk naik ke kelas 6. Eka dianggap tak akan mampu untuk menjalani proses belajar di kelas 6 yang akan digenjot untuk menghadapi UAS/UN , suatu momok yang menakutkan.
Ooo… begitu malangkah nasib Eka? Apakah masa depan anak hanya ditentukan oleh lembaran kertas yang bernama buku rapor? Jika ada lebih dari tiga nilai merah yang bertengger di situ, artinya anak itu tak layak naik kelas, dengan kata lain dia harus mengulang satu tahun lagi di kelas yang sama. Sebuah pemborosan biaya, pemborosan waktu dan tentu saja jiwa anak jadi tertekan, Ia akan merasa malu diejek teman, akibatnya semangat belajarnya makin melemah.
Ibu muda tersebut berusaha mencari alternatif lain, berbagai upaya dia lakukan, mulai dari konsultasi dengan psikolog, bertanya kepada orang yang lebih pengalaman mendidik anak, termasuk berusaha menyelami jiwa anak, seberapa siap mental Eka jika diharuskan mengulang pelajaran di kelas 5.
Aaah… ibu muda ini semakin galau. Ia bisa merasakan betapa tertekannya jiwa Eka jika sampai tidak naik kelas, apalagi jika di sekolah yang sama adik kandungnya yang masih duduk di kelas 3 jadi juara kelas. Rasa mindernya akan semakin menjadi-jadi. Tanpa disadari orang dalam lingkungan sekolah tersebut, baik teman, guru, dan orang tua murid akan membanding-bandingkan antara kakak beradik yang memang berbeda. Itu sama artinya dengan membenamkan masa depan Eka. Tidak….Ini tidak boleh terjadi. Rasa percaya diri Eka harus dibagun dan ditumbuhkan bagaimanapun caranya.
Rasa percaya diri (PD) anak adalah modal utama, karena dari sanalah mosaik kehidupan masa depannya sedang disusun. Dari rasa PD itulah konsep diri anak sedang dibangun, talentanya di asah, bakatnya ditelusuri dan dibina ke arah potensi yang dimiliki, untuk menyusunnya akan menjadi apa dia kelak.
Akhirnya pilihan sudah diambil, keputusan sudah bulat, anak ini harus dipindahkan ke sekolah negeri yang beban kurikulumnya lebih ringan. Di sekolah negeri waktu belajar hanya setengah hari, sore hari bisa diisi dengan les untuk mengejar ketertinggalannya mempersiapkan diri menghadapi UAS/UN. Sebelum les anak bisa istirahat tidur siang, baru sore harinya ikut les tambahan, itupun tidak dilakukan setiap hari.
Alhamdulillah Eka berhasil lulus SD Negeri dan ikut tes masuk SMP Negeri. Diapun berhasil lulus tes masuk SMP Negeri , dari 300 siswa yang diterima masuk SMP, anak ini berada diurutan ke 130an. Namun karena ingin menguatkan basik agama, maka peluang masuk SMP Negeri itu tidak diambil, tetapi masuk ke pesantren.
Pesantren yang dipilih adalah yang tidak terlalu banyak muridnya, agar setiap santri mendapatkan pendidikan dan bimbingan yang memperhatikan kebutuhan anak secara personal. Di pesantren, Eka bisa mendapatkan pendidikan dari guru-guru yang “care” sehingga Eka bisa lulus dengan nilai SKHUN lumayan baik, untuk pelajaran matematika Eka meraih angka 8. Suatu prestasi yang cukup membanggakan bagi anak yang ketika kelas 5 SD terancam tidak naik kelas.
Dari sini dapat diambil pelajaran, bahwa jika siswa mendapat perlakuan yang tepat dalam proses belajar, ia dapat mengikuti pelajaran dengan baik, dapat memenuhi target kurikulum tanpa merasa harus terbebani dengan stess. Perlahan-lahan rasa percaya dirinya mulai tumbuh. Lulus Pesantren, Eka melanjutkan sekolah ke SMK yang sesuai dengan bakatnya yaitu menggambar. Ia mengambil jurusan Animasi di sebuah SKM di Depok.
Di SMK pengembangan diri dan bakat Eka semakin terasah. Ia bisa menikmati proses belajar yang kurikulumnya sesuai dengan bakatnya. Ia merasa dihargai dan diapresiasi baik oleh guru maupun teman-temannya, sehingga dia menjalani proses belajar dengan penuh gairah dan semangat. Tak disangka kemampuan Eka diapresiasi, dia terpilih mengikuti lomba kompetensi animasi mewakili sekolahnya se kota Depok. Alhamdulilah anak ini berhasil meraih juara pertama Animasi se kota Depok dan berhak untuk ikut lomba di tingkat propinsi mewakili kota Depok.
Bakat animasi ini terus dikembangkan dan diasah, untuk lomba tingkat propinsi Eka meraih juara tiga. Lepas lulus dari SMK, Eka magang di sebuah Production Hause, untuk menenpa diri dan skill animasinya di dunia kerja. Dari kegigihannya menempa diri, menerima ilmu dan terus belajar dari para seniornya, Eka akhirnya bisa memiliki skill video motion, yaitu kemampuan memberi effek hidup pada gambar bergerak. Misalnya dalam adegan jagoan yang bisa terbang, pergerakan cahaya yang berpindah dari gedung, ke pohon, ke menara, ke gunung ke pantai dan seterusnya.
Kemampuan skill seperti ini, masih sangat terbuka luas dalam dunia kerja di perusahaan pembuatan iklan. Dan skill ini hampir tidak membutuhkan matematika, sehingga untuk anak- anak yang lemah di mata pelajaran matematika, cobalah mengasah kemampuan di bidang yang lain. Karena tugas orang tua dan guru mengembangkan bakat talenta anak, yang bisa memberi mereka kemampuan ketrampilan tertentu untuk bisa membuat mereka menjadi mandiri. Itulah keunikan yang harus ditemukan oleh orang tua dan guru, supaya dapat mengantarkan anak didiknya ke masa depan yang lebih cerah.
anak adalah amanah, Tugas orang tua, mencari dan mengamati bakat anak-anak mereka dan mengasahnya menjadi skill yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dan bisa menjadi sumber penghasilan di masa depan mereka. Jika anak belajar tentang sesuatu yang disukainya, orang tua tidak sulit untuk mendorongnya, tinggal memberinya sedikit motivasi dan fasilitas yang akan memudahkan peningkatan kualitas seseorang menjadi dirinya sendiri sesuai bakatnya. Selebihnya anak itu menjalani proses belajar secara mandiri, menikmati kesulitan yang dihadapi. Ia akan memandang kesulitan dalam belajar sebagai tantangan, sehingga ia dapat melewati segala rintangan sebagai proses menuju kematangan dan kedewasaan. .
Kesulitan-kesulitan hidup yang menimpa dirinya dan keluarganya memberi hikmah besar dalam membentuk karakter dan kedewasaannya, sehingga dia tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan berempati kepada orang lain.
Kerja kerasnya berbuah manis, ia dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu meskipun ia menjalani perkuliahan sambil bekerja, namun semua itu tidak menghalanginya untuk menyelesaikan pendidikannya sesuai target. Kini Eka menjadi seorang yang percaya diri menatap masa depan.
Dari hasil kerja kerasnya ia bisa hidup mandiri. Sejak lepas SMK Eka tidak lagi menjadi beban orang tuanya. Ia membeli laptop sendiri, membaiayai kuliahnya sendiri, membeli motor dari hasil keringatnya sendiri, membantu biaya pendidikan adiknya. Eka bisa tersenyum bangga hasil karyanya mendapat pengakuan di lingkungan kerjanya. Dari semua hasil itu, Eka berani memutuskan untuk menikah, melamar seorang gadis. Bahkan Eka sudah menyicil rumah untuk tempatnya bernaung membina keluarga. Semuanya ditempuh pada usianya menginjak 22 tahun.
Dari kisah ditas dapat diambil pelajaran sebagai berikut:
- Setiap anak memiliki keunikan yang merupakan bakat pemberian Allah.
- Orang tua dan guru harus bisa melihat potensi setiap anak dan berusaha menyesuaikan porsi dan kebutuhan anak dalam proses belajar.
- Tidak setiap anak cocok diberi beban sekolah full day. Ada anak yang lemah fisik dan daya serap akademisnya, sehingga lebih cocok dimasukkan di sekolah negeri yang jam belajarnya setengah hari.
- Untuk kasus diatas, orang tua segera menyadari dan mengambil keputusan tepat. Ia mengurangi porsi beban anak, memberinya kesempatan istirahat di siang hari, sore hari baru les tambahan. Itupun tidak dilakukan setiap hari. Sehingga anak punya waktu yang cukup antara porsi belajar, bermain dan istirahat.
- Untuk kasus di atas, jika saja sang ibu pasrah dengan keadaan anaknya, mengikuti keputusan wali kelas yang menyatakan anak ini tidsk naik kelas, ia tidak mengambil keputusan yang tepat sesuai kebutuhan dan kondisi anak, mungkin akan berbeda hasilnya.
Sangat disayangkan, para guru dan orang tua banyak yang kurang faham soal keunikan setiap anak, sehingga proses pendidikan yang dijalani anak monoton dan kurang memberi kesempatan perkembangan talenta dan bakat anak/siswa.
Kurikulum yang padat dan berat menjadi beban siswa. Guru cenderung hanya mengejar target kurikulum tanpa memperhatikan keunikan, kebutuhan dan bakat anak didik. Akibatnya talenta dan bakat anak kurang berkembang secara optimal. Semua siswa dipandang sama kemampuannya, maka dibuat kurikulum yang sama untuk semua siswa. Apabila ada siswa yang tertinggal dan tidak mampu mencapai target, maka siswa tersebut harus tinggal kelas.
Kondisi belajar yang seperti ini, tidak menempatkan anak sebagai subyek yang perlu digali dan ditelusuri minat dan bakatnya. Tidak memberi kesempatan berkembang kepada anak-anak dengan berbagai kemampuan talentanya. Maka tidak heran jika banyak anak yang mogok sekolah dan stress menjalani proses belajar. Anak kehilangan kegembiraan, anak kehilangan keceriaan. Anak tumbuh dalam tekanan. Pahamilah wahai orang tua, bahwa setiap anak itu unik, mereka memiliki kebutuhan dan sentuhan yang berbeda satu sama lain.
Sesungguhnya tidak ada murid yang bodoh, yang ada hanyalah guru yang belum menemukan bakat dan kecerdasan anak.
Para pakar pendidikan sudah tidak lagi mengatakan IQ sebagai satu-satunya kecerdasan yang akan menentukan kesuksesan masa depan seseorang. Karena ternyata manusia memiliki multi kecerdasan. Mari kita cari keunikan anak kita. Mari telusuri jenis kecerdasan apa saja yang ada pada anak kita. Setelah kita temukan, asahlah agar berkilau cahayanya.
sumber:
Asep Fahrudin, S.Pd I, Kecerdasan Dimulai dari diri kita, sudahkah anda memulainya
Setiap anak adalah unik, dia adalah batu permata yang masih tertutup lumpur, kalau orang tua mengasahnya dengan cermat dan hati-hati, maka kilaunya akan muncul bersinar. Sebaliknya jika diasah sembarangan permata bisa kehilangan kilaunya dan hancur tanpa pernah berkesempatan menjadi perhiasan qurrota a’yun.
Ada 9 kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak. 8 diantaranya telah dikaruniakan Allah dalam pekan ke 23 di dalam kandungan. Allah telah berikan berbagai talenta kecerdasan dalam diri setiap anak. Hanya saja antara satu dan lain anak memiliki berbagai konfigurasi dalam 8 kecerdasan tersebut, mana yang lebih dominan. Maka alangkah zhalimnya kita sebagai orang tua jika membenamkan berbagai kecerdasan yang telah Allah anugerahkan tersebut, dan memandang kecerdasan anak hanya diukur dari nilai pelajaran sain dan matematika.
1. Kecerdasan Spiritual
Kemampuan dalam memahami dan mengenali materi-materi agama.
Berkaitan dengan sikap agamis seseorang yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
2.Kecerdasan Linguistik
Kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa.
Berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, beragumentasi, dan berdebat.
3. Kecerdasan Matematis-logis
Kepekaan terhadap memahami pola-pola logis atau numeris, dan kemampuan mengelola alur pemikiran yang panjang.
4. Kecerdasan Visual-spatial
Kepekaan merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat.
Berkaitan dengan kemampuan menggambar, memotret, membuat patung, dan mendesain.
5. Kecerdasan Musikal
Kepekaan dan kemampuan menciptakan dan mengapresiasiasikan irama, pola titik dan warna nada serta apresiasi bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal.
6. Kecerdasan Kinestetis
Kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengolah objek, respons dan refleks.
Berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan keseimbangan.
7. Kecerdasan Interpersonal
Kepekaan mencerna dan merespons secara tepat suasana hati, motivasi, dan keinginan orang lain.Berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi.
8. Kecerdasan Intrapersonal
Kepekaan memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan emosi, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri.
Berkaitan dengan kemampuan mengenali diri sendiri secara mendalam. Biasanya penyendiri, sensitif terhadap nilai diri dan tujuan hidup.
9. Kecerdasan Naturalis
Keahlian membedakan anggota-anggota spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies.
Berkaitan dengan kemampuan meneliti gejala alam, mengklasifikasinnya, dan mengidentifikasikannya.
*** Ruqoyah Ridwan. 290117.