Hendaklah membaca Al Qur’an dengan tartil. Para ulama telah sependapat atas anjuran melakukan tartil.
Allah berfirman:
“Dan bacalah Al Qur’an itu dengan tartil.” (QS Al Muzzammil 73:4)
Diriwayatkan dari Ummi Salamah Radhiyallahu ‘Anh bahwa dia menggambarkan bacaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai “bacaan yang jelas huruf demi huruf.” (Riwayat Abu Dawud, Nasa’i dan Tirmidzi. Tirmidzi berkata: hadits hasan sahih)
Diriwayatkan dari Mu’awiyyah bin Qurrah Radhiyallahu ‘Anh dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu ‘Anh dia berkata: “Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari penaklukan Mekah di atas untanya sedang membaca Surah Al Fatihah dan mengulang-ulang bacaannya.” (Riwayat Bukhari & Muslim)
Diriwayatkan dari Mujahid bahwa dia ditanya tentang dua orang, seorang membaca surah Al Baqarah dan Ali Imran sedangkan lainnya membaca surah Al Baqarah saja. Waktunya, rukuk, sujud dan duduknya sama. Mujahid menjawab: “Orang yang membaca Surah Al Baqarah saja lebih baik.”
Dilarang membaca Al Qur’an secara asal jadi dengan cepat sekali.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa seorang lelaki berkata kepadanya: “Aku membaca Al Mufashshal dalam satu rakaat.”
Maka Abdullah bin Mas’ud menjawab: “Demikianlah, demikianlah syair itu. Sesungguhnya ada orang yang membaca Al Qur’an dan tidak melampaui tenggorokan mereka. Bagaimanapun jika masuk di hati dan menjadi kukuh di dalamnya, maka ia pun berguna.” (Riwayat Bukhari & Muslim)
Para ulama berkata: “Membaca Al Qur’an dengan tartil itu disunnahkan untuk merenungkan artinya.”
Mereka berkata: “Membaca dengan tartil disunnahkan bagi orang bukan Arab yang tidak memahami maknanya karena hal itu lebih dekat kepada pengagungan dan penghormatan serta lebih berpengaruh di dalam hati.”
Imam An Nawawi