Maulid Nabi Muhammad: Antara Sejarah & Amalan Ibadah

Maulid Nabi Muhammad: Antara Sejarah & Amalan Ibadah

Maulid Nabi Muhammad– Para sarjana sejarawan Islam berbeda pendapat tentang tanggal sebenarnya kapan Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sementara hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim hanya menyebut bahwa Beliau lahir pada hari Senin tanpa menyebut hari bulannya. Siapa saja yang membaca karya-karya sejarah Islam yang besar seperti Al Bidayah wa Al Nihayah oleh Al Imam Ibn Katsir (meninggal 774H) akan melihat berbagai pendapat tentang tanggal dan bulan kelahiran Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bagi yang berpendapat Beliau lahir pada Bulan Rabi’ul Awwal, mereka berbeda pendapat pula dalam menentukan tanggalnya. Ada yang menentukan pada tanggal 8, ada yang pada tanggal 9, ada pula pada tanggal 12 seperti yang menjadi anggapan orang banyak, ada juga pada tanggal 17 dan seumpamanya. Di samping di sana ada pula sarjana Islam yang menyatakan Beliau lahir pada Bulan Ramadan dengan hujah-hujah mereka yang tersendiri.

Apa pun yang penting, sejarawan Timur atau Barat, Utara atau Selatan tidak pernah berbelah pendapat tentang lahirnya seorang insan bernama Muhammad bin ‘Abdillah yang diikrarkan oleh umat Islam sebagai rasul terakhir yang diutus Allah. Hal ini berbeda dengan Jesus yang berada dalam gambaran Barat. Sebagian ahli kajian mereka mempertikaikan tentang kelahiran Jesus itu sendiri.

Pentingnya Maulid

Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah peristiwa yang amat penting karena ia peristiwa yang memulaikan episode baru bagi kehidupan manusia sejagat. Penentuan tanggal atau bulan secara tepat bukanlah faktor utama. Tidak dapat menentukan tanggal lahir yang pasti, bukan berarti seseorang itu tidak berwujud. Entah berapa banyak nabi, tokoh, individu yang gagal diketahui tanggal kelahiran mereka, tetapi mereka ada dan telah mewarnai sejarah.

Kegagalan sarjana untuk mengetahui hari dan bulan sebenarnya Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam antaranya disebabkan dari tindakan para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tidak merayakan tanggal tersebut. Walaupun dalam sejarah Islam, merekalah generasi yang paling mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam namun mereka tidak membuat perayaan khusus hari kelahiran Beliau, disebabkan karena mereka tidak melihat Beliau melakukan hal yang demikian. Bahkan Ibn Katsir menceritakan bagaimana Sayidina ‘Umar apabila diusulkan permulaan tahun Islam dihitung pada tahun Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau menolaknya. Sebaliknya khalifah agung itu memilih tahun hijrah Beliau sebagai permulaan perhitungan. Bukan kelahiran tidak penting, tetapi hijrah adalah permulaan kejayaan dan sejarah perjuangan. Perkara yang paling utama buat seorang rasul ialah Beliau diikuti, bukan sekadar dirayakan. Saban tahun orang Kristen Barat merayakan kelahiran Jesus, namun apakah kehidupan mereka sama seperti yang diajar oleh Jesus?

Maulid Dan Politik

Hari berganti dan bertukar. Dunia Islam beralun dengan berbagai krisis politik yang akhirnya mencetuskan mazhab. Antaranya Mazhab Syiah yang asalnya merupakan mazhab politik, bertukar menjadi mazhab agama dengan segala macam aliran di dalamnya. Islam yang sepatutnya mewarnai politik telah bertukar menjadi ‘politik mewarnai Islam’. Lalu pemahaman agama dibangun di atas blok-blok politik, bukannya oleh fikir politik itu yang diwarnakan oleh Islam. Maka perebutan kekuasaan terjadi atas agenda politik yang dimasukkan unsur Islam ke dalamnya. Maka berseleralah umat Islam akibat agenda politik berbagai aliran.

Di Mesir, Syi’ah Fatimiyyah pernah menguasai tampuk kekuasaan. Berbagai agenda agama dilaksanakan dalam kerangka pemikiran mazhab politik yang bertukar menjadi agama. Berbagai perayaan agama dibuat dengan tujuan untuk mencapai tujuan politik yang tersendiri. Dalam Fatwa Al Azhar, diakui bahwa ahli sejarawan Islam tidak mengetahui siapa saja pun yang memulai perayaan Maulid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selain Kerajaan Syi’ah Fatimiyyah di Mesir yang mengadakannya secara besar-besaran. Mereka turut meraikan hari kelahiran tokoh-tokoh Ahlil Bait dan kelahiran Nabi Isa Alaihis Salam. Kemudian pada tahun 488H dihentikan oleh Khalifah mereka Al Musta’la Billah. Kemudian dihidupkan kembali oleh sebagianh kerajaan dan negeri. Demikianlah sejarahnya.

Ya, saya fikir, perasaan bersyukur mengenangkan sejarah kelahiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan semangat untuk mengikuti Beliau adalah wajar dan wajib. Dalam masa yang sama, kita perlu sadar fakta-fakta yang disebutkan tadi. Jika Bulan Rabi’ul Awwal ini dikatakan bulan kelahiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka tidak salah untuk kita berceramah menceritakan sejarah perjuangan dan prinsip-prinsip Islam yang dibawa oleh Beliau. Baik pada bulan ini atau selainnya. Sama seperti bila kita melintas suatu tempat bersejarah, kita mengenang sejarah tersebut. Cuma janganlah kita ini menjadi manusia bermusim yang hanya mengenang rasul dan ajaran Beliau pada hari-hari tertentu, tetapi kita seakan sudah tidak mengingati Beliau selepas itu.

Di samping itu, hendaklah kita sadar, jika kita mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka pastikan kita tidak menambah ajaran Beliau apa yang Beliau tidak izinkan. Beliau bersabda:

“Siapa saja yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini (agama Islam) apa yang bukan darinya, maka ia (perkara baru itu) tertolak.” (Riwayat Muslim).

Oleh karena Beliau tidak pernah menunjukkan kita ibadah khusus berbarengan dengan kelahiran Beliau, baik itu shalat khusus, atau puasa khusus,[1] atau bacaan khusus, maka kita tidak boleh mengadakannya. Jalan yang patut diikuti dalam masalah ini adalah jalan para sahabat Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sabda Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“..Sesungguhnya Bani Israil berpecah kepada 72 kelompok, dan umatku akan berpecah kepada 73 kelompok. Kesemua mereka dalam neraka kecuali satu kelompok”. Mereka bertanya: “Apakah kelompok itu wahai Rasulullah?” Jawab Beliau: “Apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya”. (Riwayat Al Tirmizi dinilai sahih oleh Al Diya Al Maqdisi).

Sirah Harus Shahih

Perlu diingat, antara keistimewaan sejarah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena ia dapat dikenal pasti antara yang tulen dan sekadar penambahan. Ini berbeda dengan sejarah pendiri-pendiri agama dalam dunia ini yang hampir keseluruhan sejarah mereka dibangun atas sangkaan atau perkhabaran yang tidak pasti. Ilmu hadits yang menapis sanad dan matan telah memelihara fakta sejarah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hanya sejarah yang pasti sahaja yang menjadi ikutan kita, bukan yang direka.

Kata Al Sayyid Sulaiman Al Nadwi:

“Sesungguhnya sirah yang berhak diikuti oleh manusia sebagai contoh yang baik dan teladan yang tinggi disyaratkan terlebih dahulu mestilah bersifat tarikhiyyah (sejarah). Adapun sirah yang tertegak diatas dongengan dan cerita-cerita khurafat yang tidak disokong oleh riwayat-riwayat yang dipercayai kesahihannya, adalah menjadi tabiat insan tidak akan terpengaruh dengan apa yag diceritakan kepadanya tentang sirah pribadi yang direka sedangkan sejarah tidak pernah mengenalinya” (Sulaiman Al Nadwi, Al Risalah Al Muhammadiyyah, hal 41, Saudi: Al Dar Al Sa`udiyyah).

Buku Maulid Al Barzanji yang banyak dibaca dalam masyarakat kita ketika majelis kenduri-kendara atau selainnya mempunyai sumbangan yang tersendiri. Banyak sirah yang sahih dicatatkan oleh penulis karya tersebut yaitu Ja’far bin Hasan bin `Abd Al Karim Al Barzanji (meninggal 1187H). Namun satu hakikat yang dapat dinafikan dari segi ilmu hadits bahwa terdapat fakta-fakta yang tidak sahih dalam buku Al Barzanji tersebut. Antaranya, beliau menyebut: “Telah hadirlah pada malam kelahiran Beliau (Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.) Asiah (isteri Fir`aun yang beriman) dan Maryam (ibu Nabi Isa Alaihis Salam) dalam kumpulan wanita dari surga)”. Tiada satu riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengakui peristiwa seperti ini.

Sehingga seorang pengkaji sejarah Muhammad Muhammad Hasan Syurrab menyebut:

“Wajib kita berhati-hati ketika menukil dari buku-buku sirah terutamanya buku-buku sirah yang datang belakangan. Para rawinya (periwayat) banyak menambah cerita dan sirah Rasulullah. Mereka mengaitkan kepada Beliau mu’jizat dan perkara-perkara luar biasa sejak kelahiran sehingga kepada kewafatan Beliau dengan perkara yang tidak ada sanad yang dapat dipegang. Seakan-akan para rawi ini melihat tujuan penambahan perkara-perkara luar biasa ini untuk memberikan kepada Rasul Alaihis Sallam mu’jizat-mu’jizat yang tidak ada pada para nabi sebelum Beliau.” (Muhammad Muhammad Hasan Syurrab, Fi Ushul Tarikh Al `Arab Al Islami, hal 84, Damsyik, Dar Al Qalam).

Kita semua bersyukur dan bergembira dengan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun kita wajib pastikan cara kita ikut dan faham mengenai Beliau sesuai dengan ajaran Islam yang sebenar. Saban tahun banyak pihak yang merayakan maulid nabi Muhammad, apakah umat Islam bertambah dekat dengan Beliau?

Prof. Madya  Dr. Muhammad Asri Zainul Abidin

 

[1] Maulid Nabi Muhammad– Dalam sebuah hadits disebutkan: Dari Abu Qatadah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa hari Senin, lalu beliau bersabda, ‘Pada hari itu, aku lahir dan wahyu diturunkan kepadaku.’ (Diriwayatkan Muslim dishahihnya, bab Puasa). Atas dasar ini, kita berpuasa seperti beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lahir hari Senin, karena itu, kita boleh berpuasa hari itu sebagai refleksi syukur kita kepada Allah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah, namun bukan pada tanggal tertentu seperti 12 Rabi’ul Awwal.

Sumber- Maulid Nabi Muhammad:  www.fimadani.com

Maulid Nabi Muhammad
mengingat Maulid Nabi Muhammad

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *