Memahami ayat alQuran tentang riba menjadi penting, bukan sekadar agar kita terhindar dari praktek riba, melainkan juga agar kita mengetahui metode al Qur’an dalam mengentaskan masyarakat dari praktek riba. Sebab al Qur’an adalah konsep kehidupan kita, maka tahapan turunnya ayat alQuran tentang riba tentu juga merupakan panduan bagi kita dalam memberantas riba.
Oleh karenanya, pada tulisan ini selain menyebutkan ayat alQuran tentang riba, juga akan menjelaskan cara kita memahami ayat alQuran tentang riba. Berikut tahapan turunnya ayat alQuran tentang riba:
Tahap Pertama ayat alQuran tentang riba: penjelasan Defenisi Riba
Tahap Pertama adalah ayat alQuran tentang riba di surat Ar Ruum, yaitu ayat 39. Ayat ini turun di Makkah. Allah berfirman:
وَمَآءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِيَرْبُوا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَ يَرْبُوا عِندَ اللهِ وَمَآءَاتَيْتُم مِّن زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar bertambah pada harta manusia, maka tidak bertambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”
Jadi, mulanya kita bangun kesadaran bahwa riba yang disangkakan mampu menambah harta kita itu sesungguhnya tidak ada artinya bagi akhirat kita. Di sini kita mulai membangun persepsi bahwa riba itu hina, karena menzalimi orang lain demi keuntungan diri.
Tahap Kedua ayat alQuran tentang riba: Jalan yang bathil
Tahap Kedua adalah ayat alQuran
tentang riba di surat An Nisaa’, yaitu ayat 161. Ayat ini turun di Madinah. Ayat alQuran tentang riba ini diawali dengan ayat sebelumnya yang berkisah tentang perilaku Yahudi:
فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللهِ كَثِيرًا
“Maka dengan sebab kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka makanan yang baik, yang (dahulu) pernah dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,”
Lalu dilanjut gambaran Yahudi yang tetap mengambil riba meski dilarang:
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَاوَقَدْنُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“dan karena mereka mengambil riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih.”
Jadi, setelah kita membangun persepsi bahwa riba itu tidak menguntungkan dan hina, kini kita kuatkan persepsi itu dengan sejarah Yahudi yang tetap mengambil riba. Bahwa sikap zalim mereka akan semakin mempersulit mereka dan akan berujung azab yang pedih.
Di sini kita menyadari perlunya melek sejarah. Agar semakin bijak menjalani kehidupan, sehingga kesalahan lampau tidak terulang kembali. Maka setelah membangun persepsi masyarakat tentang buruknya sistem riba, ingatkan mereka pada derita sejarah yang menjalani sistem riba.
Tahap Ketiga ayat alQuran tentang riba: Dosa yang layak diperangi
Tahap Ketiga adalah ayat alQuran tentang riba di surat Ali Imran, yait u ayat 130. Ayat ini turun di Madinah pada tahun ketiga di masa terjadinya perang Uhud. Maka kita temui ayat alQuran tentang riba ini berada di antara ayat-ayat yang mengisahkan perang Uhud. Imam Al Qurthubi kemudian menafsirkannya sebagai satu-satunya dosa yang layak untuk diperangi.
Kembali pada ayat alQuran tentang riba pada surat Ali Imran ayat 130, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Nah, setelah persepsi kita tentang buruknya riba telah dikuatkan dengan pengalaman sejarah, maka segera nyatakan secara mantap pada diri kita untuk meninggalkannya. Firman Allah dalam ayat inipun langsung menuju kepada orang-orang yang beriman, yang telah meyakini bahwa riba itu buruk dan dilarang-Nya. Maka tidak layak bagi orang beriman bila masih asik dengan riba.
Apalagi riba zaman sekarang yang jauh lebih parah daripada riba zaman dahulu, sebagaimana menurut Syeikh Abu Bakr Jabir al Jazairi. Bila zaman dahulu, riba baru muncul bila pihak yang berhutang gagal membayar tepat waktu, sebagaimana penjelasan Mujahid dalam al Jami’ li Ahkamil Qur’an. Jadi semacam sanksi atas keterlambatan membayar hutang. Namun zaman kini, riba sudah muncul sejak awal pinjaman dengan ditentukannya nominal lebih bagi pengembalian hutang.
Tahap Keempat ayat alQuran tentang riba: Pelarangan Total
Tahap Keempat adalah ayat alQuran tentang riba di surat Al Baqarah, yaitu ayat 275, 276 dan 278. Ayat-ayat ini turun di Madinah. Diawali dengan firman-Nya:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhan-nya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Jadi, setelah dinyatakan untuk meninggalkan riba, di ayat ini Allah bangun kekhawatiran dalam diri kita agar tidak seperti para pemakan riba yang kelak dibangkitkan di akhirat dalam kondisi kerasukan atau ada pula yang menafsir akan hidup di dunia seperti kesetanan, karena rakus ke sana ke mari.
Firman Allah berikutnya menegaskan pemusnahan semua riba. Kalaupun secara nominal seakan bertambah, namun sesungguhnya keberkahannya telah musnah:
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”
Kemudian ayat ke-278 kembali difirmankan langsung kepada orang-orang beriman:
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَابَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum diambil) jika kamu orang beriman.”
Penutupnya pernyataan Allah di ayat 279 untuk memerangi pelaku zalim yang tetap mengambil riba. Sebab telah menzalimi orang lain dengan memeras hartanya melalui riba.
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
“Maka jika kamu tidak mengerjakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertaubat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).”
Jadi, agar komitmen meninggalkan riba, teruslah bangun kekhawatiran akan menjalani hidup dengan tanpa ketenangan, lalu hilang keberkahan. Sembari diiringi menjaga ketakwaan kepada-Nya, karena Allah mengancam akan memerangi pemakan riba.
Demikianlah cara kita memahami ayat alQuran tentang riba.
disajikan oleh Irfan Azizi – Penulis Serial Novel Ekonomi Syariah
| Jakarta, 1 Agustus 2017