AGAR ANAK CINTA DENGAN AL-QUR’AN

AGAR ANAK CINTA DENGAN AL-QUR’AN

 

Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, apa yang harus kita lakukan? Tentu bukan hal yang simsalabim. Agar anak kita cinta dengan Al-Qur’an membutuhkan usaha serius dan terencana. Agar anak kita cinta degan Al-Qur’an tidaklah seperti membalikkan telapak  tangan. Karena agar anak cinta dengan Al-Qur’an membutuhkan  proses yang panjang, bahkan jauh sebelum sang anak dilahirkan.

Bila Ramadhan tiba,  masyarakat  menyambutnya dengan  antusias. Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, momen Ramadhan bisa jadi sarana yang cukup efektif. Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, sertakan anak ikut berbagai acara dan kegiatan menyambut Ramadhan yang marak dan meriah, baik di sekolah maupun di masjid atau musholla lingkungan rumah.

Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, ajak mereka untuk terlibat dengan kegiatan ibadah Ramadhan. Kegiatan tarawih, menjadi sebuah rutinitas yang mengasyikkan pada setiap malam di bulan Ramadhan. Kita bisa keliling berpindah-pindah masjid dan musholla. Agar anak cinta dengan Al-Qur’an kita bisa memilih masjid dengan kualitas imam yang bagus bacaan Al-Qur’annya. Saat ini banyak masjid yang menyelenggarakan tarawih dengan dipimpin seorang imam yang Hafizh Al-Qur’an sebanyak 30 juz.

Ramadhan adalah bulan diturunkan Al-Qur’an. Masyarakat Indonesia sebagai ummat muslim terbesar di dunia, selayaknya  menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum mendidik diri dan keluarga kita agar anak semakin cinta dengan Al-Qur’an. Sehingga Al-Qur’an menjadi cahaya yang menerangi setiap anggota keluarga dan masyarakat, dan dirasakan sebagai kitab yang benar-benar membumi memberi solusi atas setiap permasalahan ummat.

Kegiatan ini semakin semarak di berbagai media terutama acara Hafizh Indonesia yang diselenggarakan RCTI menjadi acara yang cukup digemari. Ada rasa haru, bangga dan harapan membuncah menyaksikan anak-anak yang masih imut-imun begitu fasih bibirnya dan indah suaranya melantunkan ayat-ayat suci, meskipun masih ada yang cadel. Justru kecadelannya membuktikan bahwa usia anak ini masih sangat dini, namun sudah pandai menghafal Al-Qur’an.

Menjadi sesuatu yang sangat istimewa dan sesuatu yang berharga apabila kita bisa memiiki anak-anak yang pandai membaca Al-Qur’an sejak dini. Agar anak kita cinta dengan Al-Qur’an, bagaimana upaya dan cara yang harus kita lakukan? Mari kita coba beberapa kiat berikut:

A.Yakin dengan Kebenaran Al-Qur’an

Agar anak kita deka dengan Al-Qur’an, perlu sebuah keyakinan yang mendalam akan kebenaran Al-Qur’an. Keyakinan ini harus kita bangun dan tancapkan dalam hati sebagai bentuk keimanan kita kepada rukun iman yang ke 3. Setiap saat ketika kita akan membaca Al-Qur’an, siapkan hati, jiwa dan raga kita untuk menerima dan mengimani wahyu Allah yang termuat dalam ayat-ayat Al-Qur’an sebagai sebuah kebenaran yang pasti dan mutlak.

Dari keyakinan ini akan membentuk mindset dan cara pandang kita dalam memahami persoalan hidup. Kita akan menjadi hamba yang tunduk dan berusaha menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita. Jika ada masalah sosial di masyarakat, seperti kesenjangan kaya dan miskin, solusinya ada pada zakat

Jika ada masalah dengan hubungan suami istri, solusinya ada pada surat At-Tahrim yang mengisahkan persoalan riak-riak kehidupan dalam rumah tangga junjungan Nabi berikut solusinya.

Jika ada masalah dengan kesulitan hidup, sempitnya rezeki, banyaknya masalah, solusinya ada pada surat Ath-Tholaq, siapa yang bertaqwa Allah akan beri rezeki dari tempat yang tidak disangka dan akan memberinya kemudahan dalam segala urusan. Pendek kata, apapun persoalan yang membelit hidup kita, baik individu maupun masyarakat ada solusinya dalam Al-Qur’an. Jika sikap ini sudah tertanam kuat dalam diri kita, maka tidak ada masalah yang tidak menemukan jalan keluar.

B. Mulai sedini mungkin mendidik anak.

Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, timbul sebuah pertanyaan, sejak kapan kita mendidik anak? Biasanya orang akan menjawab, mendidik anak  sejak dalam kandungan. Jawaban ini tidak salah namun belum tepat. Karena sejatinya mendidik anak  yang benar adalah sejak memilih pasangan. Lho… apa iya…?

Teori terdahulu mengatakan sifat bawaan seseorang diwarisi dari bapak ibunya 50:50, artinya ayah dan ibu memberikan sumbangan yang sebanding dan setara dalam diri seorang anak.

Akan tetapi penelitian biologi molekuler terbaru menemukan bahwa seorang ibu mewariskan 75% unsur genetisnya kepada anak, sedangkan seorang ayah hanya 25%. Oleh karena itu sifat baik, kecerdasan, kesolehan seorang anak sangat ditentukan oleh ibunya. Dalam kisah dua orang nabi yang anaknya durhaka yaitu nabi Nuh dan nabi Luth, keduanya memiliki istri yang tidak beriman. Ini memberi bukti kebenaran Al-Qur’an.

Bandingkan dengan nabi Ibrahim, meskipun istrinya Siti Hajar adalah bekas seorang budak, namun melahirkan keturunan yang baik yaitu nabi Ismail. Meskipun nabi Ibrahim sangat sedikit berkontribusi dalam pengasuhan Ismail, namun Siti Hajar tidak mengeluh, bahkan mampu memerankan dirinya dua peran sekaligus yaitu peran ayah dan peran ibu.

Ibrahim hanya 4 kali datang ke Makkah pertama saat mengantarkan Siti Hajar bersama bayinya yaitu Ismail, kedua saat Ismail sudah menjelang remaja dan turun perintah Allah untuk menyembelihnya.

Ketiga saat Ismail sudah beristri dan tidak menemukan Ismail, hanya bertemu dengan istrinya. Ketika Ibrahim bertanya kepada sang menantu bagaimana kabar Ismail, sang menantu yang tidak tahu siapa sosok yang sedang berkunjung ke rumahnya, mengeluhkan tentang Ismail. Lalu tanpa banyak bicara Ibrahim berpesan sampaikan kepada suaminya suruh ganti daun pintunya. Ismail mendapat berita dan pesan yang disampaikan oleh istrinya akan kehadiran seorang tamu, langsung faham bahwa yang datang adalah ayahnya dan menginginkan agar Ismail menceraikan istrinya.

Keempat Ibrahim datang dan mendapati menantunya sudah berbeda, artinya Ismail sudah menjalankn perintahnya untuk mengganti daun pintu. Saat itu Ibrahim tidak bertemu dengan Ismail kemudian bertanya kepada sang menantu   soal suaminya. Istrinya menjawab dengan santun mengabarkan hal-hal yang baik tentang suaminya. Ibrahimpun berpesan agar daun pintunya sudah kokoh, tidak perlu diganti.

 

Kisah Ibrahim, Siti Hajar dan Ismail menguatkan bukti bahwa gen ibu  banyak menurun kepada anak, maka Ibrahim memandang perlu mengganti menantu jika ternyata tidak menghargai suaminya dengan bicara yang buruk tentang suaminya kepada orang yang tidak dikenalnya.

Maka sekali lagi pentingnya memilih pasangan yang baik agar dapat keturunan yang baik. Karena sperma itu dititipkan dirahim seorang perempuan yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya.

C. Ciptakan suasana kondusif untuk belajar di rumah.

Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, perlu kita ciptakan suasana yang mendukung untuk terselenggaranya sebuah proses belajar yang nyaman di rumah. Proses itu kita yang lakukan sebagai orang tua, bukan orang lain. Tidak  cukup hanya dengan memasukkan anak ke sekolah Islam, atau menyediakan guru untuk privat belajar Al-Qur’an.

Agar anak cinta Al-Qur’an, dia butuh contoh teladan, bukan sekedar retorika belaka. Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, dia memotret segala perilaku dan aktifitas orang tuanya setiap hari, maka tidak cukup hanya menyerahkan urusan pendidikan anak kepada sekolah dan guru. Perlu keterlibatan orang tua, guru dan lingkungan bekerja sama saling melengkapi.

Rumah yang hinggar-binggar dengan suara bising , atau situasi lingkungan yang rusak, banyak orang nongkrong menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna, begadang, apalagi ditambah dengan pergaulan yang merusak, makin menjauhkan anak dari Al-Qur’an.

  1. Biasakan mengenalkan anak dengan sumber-sumber ilmu seperti masjid, pesantren, toko buku, perpustakaan. Libatkan anak dalam kegiatan keagamaan, seperti solat id, tarawih, ibadah qurban. Suasana ibadah yang nyaman akan membekas dalam diri anak kita. Meskipun dia masih dalam suasana bermain, namun nilai-nilai kebaikan yang didapatkan di masjid akan memberi manfaat dan menghujamkan ke dalam jiwanya, akan masa kecil yang indah pergi mengaji di surau, masjid, Taman Pendidikan Al-Qur’an dll.

Kisah anak yang sering dibawa oleh ibunya ikut teraweh di sebuah majelis yang menyelenggarakan sholat taraweh satu malam satu juz. Sang ibu memberi kebebasan kepada puterinya yang berusia balita untuk ikut berdiri sholat, atau sholat sambil duduk, bahkan  walau hanya sekedar berbaring disisi bundanya yang sedang mengikuti imam taraweh.

Rupanya sang anak menyimak dan menikmati suasana sholat teraweh yang khusyu’ dengan bacaan satu jus Al-Qur’an setiap malam. Tanpa disangka anak usia balita tersebut ingin menjadi seorang hafizhah, menghafal 30 juz Al-Qur’an.

Cita- cita mulia tersebut difasilitasi oleh kedua orang tuanya dengan memasukkan putri bungsunya  ke pesantren pada usia 9 tahun. Meskipun dengan berat hati dan sempat ada kekhawatiran akan kehilangan masa – masa kecil yang indah, takut anaknya merasa berat menghafal Al-Qur’an. Subhanallah, ternyata anak itu menikmati suasana hidup di pesantren. Ia dapat menyesuaikan diri dan cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Allah membukakan jalan selama hambanya berusaha dengan sungguh-sungguh.

Pesantren yang dipilih adalah pesantren Ummu Habibah yang didirikan oleh ustadzah Yoyoh Yusroh (Almh) di Tangerang. Alhamdulillah dalam waktu setahun ia sudah menyetorkan hafalan sebanyak 6 juz Al-Qur’an. Bahkan setelah mengikuti program Tajul Waqor ia mampu menyelesaikan setoran hafalannya sampai 30 juz. Tugas berikutnya adalah menjaga hafalannya agar menancap kuat dalam hatinya, menjadi seorang hamilul Qur’an, yaitu orang yang mampu menjaga hafalan dan menjaga akhlak sesuai Al-Qu’an.

D. Jadilah sosok teladan di rumah

Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, alihkan perhatian anak kita dari gedjet maupun alat komunikasi yang serba cangggih. Ajak anak duduk bersama, mengaji dan tadarus di depan orang tuanya. Sebaik-baik guru ialah orang tua yang menanamkan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Jika setiap hari anak melihat sosok orang tua yang akrab degan Al-Qur’an, tentu sedikit banyak nilai-nilai itu akan terekam dalam jiwa anak. Interaksi yang intensif orang tua kepada Al-Qur’an akan memberi dampak positif pada perilaku dan akhlak orang tua sebagai pribadi. Sambil makan malam bersama, atau sambil jalan-jalan sehat di hari libur, kita bisa menanamkan nilai-nilai Al-Qur’an kepada anak.

agar anak cinta alquran

E. Kenalkan anak dengan sosok berprestasi khususnya prestasi yang diraih oleh anak yang cacat dan memiliki keterbatasan.

Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, kita perlu mengenalkan anak-anak dengan teman-teman sebayanya yang bersemangat menghafal dan mengkaji Al-Qur’an. Misalnya seorang anak yang tuna netra, tetapi sangat bersemangat menghafal Al-Qur’an. Sehingga timbul rasa empati dan rasa syukur bahwa anak kita lebih berntung dikaruniakan Allah tubuh yang sempurna dan sehat.

 

F. Bangun dan rangsang anak untuk memiliki wawasan ilmu yang luas.

agar anak cinta alquran 3Agar anak cinta dengan Al-Qur’an, kita perlu membangun motivasi dan semangat nya dengan menanamkan kebanggaan akan peradaban dan kejayaan Islam. Agar anak cinta dengan Al-Qur’an perlu sering kita membacakan kisah-kisah dalam Al-Quran. Ada banyak sekali kisah yang bisa kita ambil dari Khazanah Peradaban Islam, agar kebanggaan itu tumbuh dalam jiwa anak.

Kisah para Nabi, Kisah Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat, kisah pahlawan Islam, Kisah- kisah yang terhampar luas dalam Al-Qur’an dan hadits. Jangan sampai anak lebih mengenal tokoh artis sinetron, tokoh penyanyi korea, tokoh sepak bola dari pada tokoh- tokoh pahlawan Islam.

Kisah Muhammad Al-Fatih, sang penakluk yang mampu mewujudkan ramalan dan Hadits Rasulullah SAW bahwa sebaik-baik panglima dan sebaik-baik tentara adalah yang dapat menaklukkan benteng kuat Konstantinopel milik imperium Romawi.

Pada usia 23 tahun, Muhammad Al-Fatih berhasil mewujudkan ramalan tersebut pada bulan Mei 1453H, delapan abad setelah ramalan yang diucapkan oleh Rasulullah SAW.

Muhammad Al-Fatih, pastilah sosok yang cinta dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan hanya dihafalnya, bahkan nilai-nilai isi kandungan  Al-Qur’an mendarah daging dalam dirinya, sabda nabi menjadi impian yang selalu menghiasi tidurnya, bahkan ingin Kecintaannya kepada junjungan Nabi, memberinya energi untuk mewujudkan sabda nabi yang dicita-citakannya.

Muhammad Al-Fatih mampu melakukan kerja besar setelah berjuang keras. Sejak belia dia sudah digembleng dengan berbagai ilmu oleh guru-guru yang terbaik. Dalam usia 21 tahun Muhammad Al-Fatih sudah memantaskan diri menerima anugerah menjadi seorang penakluk. Ia mampu dan menguasai lima bahasa di dunia, dan faham berbagai ilmu seperti astronomi, fisika, tafsir, hadist, matematika, ilmu perang, sosiologi, antropologi dan berbagai ilmu yang dibutuhkan untuk memiliki kemampuaan menaklukkan negeri raksasa yang memiliki benteng yang kokoh.

Rasa cinta dan kebanggaan akan kejayaan para leluhur yang berjuang memajukan Islam akan menumbuhkan rasaa cinta kepada Islam, dan cinta Al-Qu’an sebagai sumber kekuatan ummat.

Semua hal tersebut tidaklah didapat dengan sekedarnya, namun membutuhkan kerja keras dan kesabaran menempuh segala kesulitan. Kesabaran itu dipupuk dengan banyak membaca kisah dan perjuangan para pendahulu.

Mari kita semangat mengajak keluarga kita untuk cinta dengan Al-Qur’an. Mulai dengan diri kita sebagai sosok yang dilihat dan ditiru oleh anak-anak kta. Bismillah… ayo kita mulai sejak sekarang, agar anak kita cinta dengan Al-Qur’an. *** Ruqoyah Ridwan.080217

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *